Pintasan Informasi Laporan Situasi Analisis Akses Layanan HIV Bagi Populasi Kunci Muda

 

Pada awal tahun 2022 ini Inti Muda Indonesia melakukan penelitian terhadap bagaimana orang muda populasi kunci di Indonesia mengakses layanan kesehatan khususnya layanan HIV. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data dari setiap perwakilan populasi kunci muda di setiap wilayah kerja Inti Muda Indonesia yaitu Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, dan Papua. Setiap daerah mengirimkan perwakilannya, yaitu orang muda populasi kunci di bawah usia 18 sampai 30 tahun untuk berdiskusi tentang pengalaman mereka mengakses layanan HIV.

Dengan menggunakan metode Diskusi Kelompok Terarah (DKT) yang diselenggarakan secara daring, penelitian ini memiliki 3 (tiga) tujuan utama yaitu menggambarkan situasi kelompok populasi kunci muda terhadap layanan HIV di Indonesia, menggambarkan persepsi kelompok populasi kunci muda terhadap layanan HIV di Indonesia, dan mengidentifikasi hambatan dan peluang terkait akses layanan HIV pada populasi kunci muda di Indonesia. 

Terdapat berbagai temuan utama yang didapat dari penelitian ini. Khususnya dalam konteks pengetahuan dan persepsi populasi kunci muda terkait dengan HIV AIDS dan layanan HIV, sebagian besar dari mereka mengetahui pengertian HIV AIDS dan mendapatkan informasi tersebut dari sumber yang berbeda mulai dari sekolah, petugas penjangkau, petugas kesehatan, komunitas, teman sebaya, hingga di media sosial. Namun, beberapa orang menyebutkan bahwa informasi tentang HIV yang mereka terima hingga saat ini masih belum cukup. Lebih lanjut, mereka menyebutkan bahwa tes HIV dapat dilakukan di puskesmas, rumah sakit, klinik swasta, klinik yang dimiliki LSM, dan mobile layanan yang disediakan di beberapa tempat.

Populasi kunci muda juga menyampaikan berbagai hambatan dalam upaya mengakses layanan HIV di antaranya ialah masih adanya rasa takut dan ragu terkait hasil tes serta keamanannya, hingga orientasi seksual mereka. Berbagai stigma dan pelayanan petugas layanan kesehatan yang tidak ramah juga mempengaruhi keraguan populasi kunci muda dalam mengakses layanan tersebut.

“Kalau di kalangan aku itu, kadang takut gitu mereka tes karena takut tahu statusnya.”
Transpuan, Jakarta
“Yang menghambat itu kita diceramahin jadi kita malas keluar topik, masalah agama
dibahas males.” Transpuan, Jakarta

Namun ternyata bukan hanya pelayanan dalam testing yang menjadi pembahasan di dalam penelitian ini, juga terdapat temuan bahwa layanan konseling di layanan HIV juga merupakan hal yang penting. Tersedianya layanan konseling yang tidak judgmental sangat penting untuk memupuk rasa aman dan dapat menjadi alasan untuk populasi kunci muda mengakses kembali layanan HIV.

Dalam konteks sumber informasi tentang HIV yang terpercaya, populasi kunci muda mengemukakan bahwa petugas layanan kesehatan dirasa sebagai sumber informasi yang paling mereka percaya. Mereka merasa bahwa informasi yang diberikan oleh petugas kesehatan lebih lengkap dan lebih dapat dengan cepat dipercaya daripada dari petugas lapangan. 

Terkait upaya mengakses layanan HIV oleh populasi kunci muda, sampai saat ini tentunya masih ada berbagai kebutuhan yang perlu dioptimalkan atau bahkan belum tersedia sama sekali dan berbagai permasalahan utama yang menghambat mereka untuk mengakses layanan HIV. Kebutuhan seputar layanan konseling ramah remaja, konseling komprehensif, layanan kesehatan mental, dan konselor sebaya dikemukakan oleh hampir seluruh populasi kunci muda kecuali pekerja seks. Kurangnya informasi yang tidak menakut-nakuti, ketersediaan informasi secara online, dan informasi kesehatan mental serta IMS di waktu khusus bagi populasi kunci muda dirasakan urgensinya bagi seluruh populasi kunci muda. Juga terdapat beberapa kebutuhan spesifik yang dikemukakan oleh populasi tertentu seperti layanan hormonal bagi populasi Transpuan, dan pengadaan PrEP & PEP serta pendampingan dalam proses pengobatan bagi pekerja seks.

“Konseling remaja ya khususnya layanan yang ada VCTnya pengennya ada SDM yang
memang untuk menjangkau remaja dari kalangan remaja itu sendiri. Juga kampanye nya
perlu melalui influencer yang dapat mencapai banyak audience. Betuk informasi juga jangan sampai menakut-nakuti. Yang berbentuk audio visual singkat juga mungkin dengan nuansa
komedi.” LSL, Bali

Secara keseluruhan, pelaksanaan layanan HIV ramah remaja, komprehensif, tidak diskriminatif, serta segala layanan yang belum tersedia di layanan kesehatan merupakan garis besar utama diskusi dan rekomendasi penelitian ini. Pemerintah dan komunitas diharapkan dapat lebih mengoptimal peran kader teman sebaya sebagai pendukung populasi kunci muda untuk mengakses layanan HIV. Tidak lupa juga permasalahan struktural yakni kebutuhan administratif yang menghambat populasi kunci muda dalam mengakses layanan HIV perlu dituntaskan seefektif mungkin oleh pemerintah. 

Keseluruhan temuan dan data ini sejatinya merupakan harapan besar dan faktor yang mendukung kesuksesan bagi tercapainya angka 95-95-95 pada 2030. Orang muda dapat berpengaruh besar dalam pencapaian dan perubahan sosial terutama kesehatan di bidang HIV di masyarakat. Maka dari itu, Inti Muda Indonesia akan terus berupaya mengadvokasikan segala kebutuhan dan permasalahan populasi kunci muda di Indonesia, demi tercapainya kesetaraan bagi komunitas.

Dokumen lengkap:

https://drive.google.com/drive/folders/1CiNSiyXGUy3jF4wYcgc3bA5nZu-6BpfF?usp=sharing

Share this post